Ponsel Pintar Jadi Alat Diagnosis Malaria, Bagaimana?

Diposting oleh HIMATEM | Rabu, Januari 21, 2015 | | 0 Komentar »

Peneliti telah menemukan cara untuk menggunakan kamera telepon untuk mendeteksi mikroorganisme di dalam darah pasien yang menyebabkan penyakit tersebut.

Ponsel Pintar Jadi Alat Diagnosis Malaria, Bagaimana?CDC
Para dokter yang memerangi malaria mungkin dapat segera memiliki senjata terjangkau dalam ponsel pintar mereka. 

Para peneliti telah menemukan cara untuk menggunakan kamera ponsel untuk mendeteksi mikroorganisme di dalam darah pasien yang menyebabkan penyakit tersebut.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), hampir 600.000 orang meninggal akibat malaria pada 2013, membuat penyakit yang dibawa nyamuk ini salah satu yang paling mematikan di dunia.

Aspek paling menyedihkan dari malapetaka ini adalah bahwa penyakit ini sebagian besar menimpa anak kecil.

Deteksi awal dari infeksi ini penting untuk keberhasilan pengobatan. Namun karena gejala-gejala pertama tampak seperti flu biasa, seorang ahli mikrobiologis harus mengamati darah pasien di bawah mikroskop untuk diagnosis yang sesuai.

Ilustrasi: Ponsel pintar dengan ...Ilustrasi: Ponsel pintar dengan kamera. (Thinkstock)
Para ilmuwan di Inggris sekarang telah mengembangkan aplikasi ponsel pintar yang disebut Xrapid, yang mengubah ponsel menjadi mikroskop bertenaga 200 power — sementara aplikasi terlampir, berdasarkan piranti lunak pengenalan wajah, dengan cepat mendeteksi protozoa parasit dalam darah.

Jean Viry-Babel, CEO IanXen yang mengembangkan aplikasi tersebut, mengatakan aplikasi itu murah dan bekerja di tempat.
"Kita ambil foto sampel darah berdefinisi tinggi. Kita pisahkan sel-sel darah merah dari yang lainnya, dan kita mulai melihat setiap sel darah merah secara individual," ujarnya.

Viry-Babel mengatakan aplikasi itu terjangkau, mudah digunakan dan tingkat keandalannya 98 persen. Alat tambahan yang diperlukan hanyalah lempeng kaca yang biasa ada di laboratorium, disebut slate.

Para peneliti mengatakan uji lapangan alat tersebut akan dimulai Januari dan Februari di Tanzania, Benin dan Indonesia, sementara penggunaan komersial dijadwalkan untuk dimulai akhir Maret.

Mereka juga berencana mengembangkan daya guna alat baru tersebut supaya dapat mengenali penyakit-penyakit lain, seperti tuberkulosis dan penyakit Lyme.

(Sumber: VOA INDONESIA)

0 Komentar

Posting Komentar