Riset Jamu Dikembangkan

Diposting oleh HIMATEM | Senin, Desember 01, 2014 | , | 0 Komentar »

Riset perlu segera dikembangkan agar kian banyak kalangan medis mendukung pemberian jamu dalam layanan kesehatan.
Riset Jamu DikembangkanTejo Aribowo/Fotokita.net
Tradisi minum jamu berlangsung turun-temurun sebagai bagian dari upaya memelihara kesehatan. Agar kebiasaan minum jamu tidak hilang, saintifikasi dan pengemasan modern obat tradisional itu perlu dikembangkan.

Pesan itu disampaikan Lestari Handayani dalam orasi pengukuhan dirinya jadi profesor riset, Senin (24/11) di Jakarta. Lestari, peneliti di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, jadi profesor riset ke-11 di Kemenkes.

Lestari mengatakan, obat tradisional di Indonesia dikelompokkan jadi tiga: jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. Riset menunjukkan, pemanfaatan jamu dilakukan tradisional, diperkuat nilai dan kepercayaan.

Agar dapat digunakan dalam layanan kesehatan, jamu harus bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Hal itu banyak dilakukan ahli biologi, kimia, farmasi, dan kedokteran. Bahkan, riset herbal sebagai suplemen berkembang pesat di negara-negara Barat.

Untuk itu, lanjutnya, riset perlu segera dikembangkan agar kian bayak kalangan medis mendukung pemberian jamu dalam layanan kesehatan. Saintifikasi adalahupaya memotong jalur panjang pengujian klinis yang tak membuat perusahaan farmasi tertarik.

Menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, sebanyak 30,4 persen dari jumlah penduduk memanfaatkan layanan kesehatan tradisional, 49 persen di antaranya memakai ramuan jamu.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Tjandra Yoga Aditama memaparkan, saintifikasi membuktikan khasiat jamu secara saintifik, tak hanya bukti empiris ratusan tahun. Ada dua jamu hasil saintifikasi, yaitu jamu hipertensi ringan dan asam urat.
Jamu yang dalam proses saintifikasi ada tiga jenis—di antaranya untuk dispepsia. Sementara jamu yang masuk daftar akan disaintifikasi 20 jenis.

Ketua Komisi Saintifikasi Jamu Nasional Siswanto mengatakan, riset tumbuhan obat dan jamu Indonesia dilakukan pada 2012. Hasilnya, ada 1.500 obat berbasis kearifan lokal, lalu diseleksiyang berpotensi dikembangkan melalui saintifikasi.

"Tujuan akhir semua ini adalah kemandirian bangsa. Jamu dikembangkan agar jadi tuan rumah negara sendiri dan tamu terhormat negara lain," ujarnya.

Menkes Nila Moeloek menyatakan, Kemenkes sejak lama mendorong pemanfaatan jamu dengan menerbitkan Peraturan Menkes Nomor 2/2010 tentang Saintifikasi Jamu. Aturan itu sebagai landasan riset berbasis layanan kesehatan.

(Adhitya Ramadhan/Kompas,nationalgeographic.co.id)

0 Komentar

Posting Komentar